PENGERINGAN IKAN
PENGERINGAN IKAN
PRINSIP PENGERINGAN IKAN
Dasar pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan
bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit
atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan.
Kemampuan udara membawa uap air
bertambah besar jika perbedaaan antara kelembapan nisbi udara pengering dengan
udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu factor yang mempercepat proses
pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak
mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan
semakin jenuh sehingga pengeringan akan semakin lambat.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi
kadar air bahan samapai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim
yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.
Dengan demikian bahan akan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan
seperti suhu, kecepatan aliran udara pengeringan dan kelembapan udara,
sedangkan factor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Suhu yang semakin tinggi dan
kecepatan aliran udara pengeringan semakin cepat akan menyebabkan proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi suhu udara pengering
semakin besar energy panas yang dibawa udara, sehingga semakin banyak jumlah
massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Kecepatan
aliran udara pengering semakin tinggi akan mengakibatkan cepat pula massa uap air
yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer.
Kemampuan bahan untuk melepaskan air
dari permukaan akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang
digunakan. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas yang
dibutuhkan untuk menguapkan air bahan.
Jenis-jenis pengeringan adalah
penjemuran, pengeringan matahari, pengeringan udara panas, pengeringan cabinet,
pengeringan terowongan, pengeringan ban berjalan, pengeringan semprot,
pengeringan drum, pengeringan vakum, pengeringan beku, pengeringan gelombang
mikro dan vakum, dan pengeringan – pembekuan.
KOMPOSISI PADA KOMODITAS IKAN
Ikan merupakan bahan pangan yang
mempunyai manfaaat besar karena mengandung protein 18 – 30%. Protein ikan
sangan diperlukan karena mengandung asam amino esensian, nilai biologisnya
tinggi (90%), lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya, dan mudah
dicerna. Selain kandungan protein, ikan juga mengandung lemak yang bersifat
tidak jenuh, vitamin, mineral dan jaringan pengikat lainnya yang mudah dicerna.
Kandungan protein ikan erat
kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Ikan yang memiliki kadar lemak
rendah rata-rata memiliki kadar protein tinggi, begitu pula sebaliknya pada
ikan gemuk memiliki kadar protein yang rendah. Kadar protein ikan lebih tinggi
dari pada hewan darat yang biasanya menghasilkan kalori lebih tinggi. Protein
pada ikan mengandung asam amino esensial maupun asam amino non esensial.
Kekurangan daging ikan dapat menimbulkan penyakit
kwashiorkor, busung lapar, pertumbuhan mata, kulit, dan tulang terhambat, serta
menurunkan tingkat kecerdasan anak, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Kandungan lemak pada ikan termasuk
tinggi, jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada ikan lebih banyak daripada
yang terkandung pada hewan darat. Lemak daging ikan mengandung asam-sama lemak
jenuh dengan panjang rantai C14 – C22 dan asam lemak
tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1-6. Lemak hewan darat hanya mengandung
beberapa jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Daging ikan sangant mudah
teroksidasi karena memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh cukup. Oleh karena
itu, sering timbul bau tengik pada komoditas ikan, terutama pada hasil olahan
maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan kemasan dan antioksidan.
Selain itu ikan juga mengandung
karbohidrat, vitamin dan mineral. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan
pilisakarida, yaitu glikogen yang serupad dengan amilum. Kandungan karbohidrat
dalam daging ikan sangatlah sedikit, kandunagannya kurang dari 1%. Sedangkan
vitamin yang terkandung dalam daging ikat digolongkan menjadi 2 yaitu yang
larut air seperti vitamin B, B2, B6, B12, asam
folat, sianokobolamin, karnitin, biotin, niasin, inositol, dan asam pantotenat.
Vitamin C yang terkandung dalam daging ikan hanya sedikit. Vitamin yang larut
dalam lemak seperti vitamin A, D, dan E. Vitamin-vitamin tersebut umumnya lebih
banyak terdapat pada organ bagian dalam tubuh ikan ketimbang dagingnya.
Sedangkan garam mineral yang
terkandung pada daging ikan berupa garam fosfat, kalsium, natrium, magnesium,
sulfur dan klorin. Garam mineral tersebut digolongkan sebagai makrofilamen
karena jumlahnya yang dominan disbanding dengan garam-garam mineral lainnya.
DAMPAK PENGERINGAN IKAN
Pengeringan ikan merupakan salah
satu cara pengawetan yang paling mudah, murah, dan merupakan cara pengawetan
tertua. Pengeringan akan bertambah baik jika didahuli dengan penggaraman dengan
jumlah garam yang tepat yang berfungsi untuk menghentikan kegiatan bakteri
pembusuk.
Proses pengeringan matahari paling
sering digunakan, dimana kandungan air dari bahan baku diuapkan menggunakan
pancaran panas sinar matahari. Bila memiliki ruangan yang cukup lebar, maka
tidak tidak diperlukan lagi suatu fasilitas yang khusus. Namun, kelemahannya
adalah mutu produk tergantung kondisi cuaca dan proses ini tidak dapat
dilakukan selama musim hujan. Selanjutnya, oksidasi minyak lipid dilakukan oleh
zat ultraviolet dari pancaran sinar matahari, yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada produk akibat minyak yang dihasilkan.
Untuk mengukur tingkat kekeringan
ikan asin dapat dilakukan pengujian dengan menekan daging ikan dengan jari
tangan, bila tidak meninggalkan bekas berarti ikan asin sudah cukup kering.
Untuk ikan berukuran besar, pengujian dilakukan dengan melipatkan daging ikan,
bila tidak patah maka ikan telah cukup kering.
Pengeringan menyebabkan perubahan
sifat daging ikan dari sifatnya yang masih segar, akan tetapi nilai gizi dalam
ikan relatif tetap. Proses pengeringan akan mengurangi kadar air dalam daging
ikan, hal inilah yang akan mengakibatkan kandungan protein dalam daging ikan
akan mengalami peningkatan karena kandungan air yang telah dihilangkan dalam
proses pengeringan ikan tersebut.
Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai batas tertentu, sehingga
perkembangan mikroorganisme akan terhambat atau terhenti. Perubahan yang
terjadi dan merugikan dalam daging ikan juga akibat kegiatan enzim.
Selama proses pengeringan akan
terjadi perubahan fisik pada ikan. Terjadi perubahan tekstur, warna, dan aroma.
Meskipun peubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan
memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan.
Pada umumnya ikan yang dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi
coklat. Perubahan warna menjadi coklat tersebut dikarenakan reaksi browning.
Reaksi browning nonezimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah
reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, serta asam-asam amino dengan
gula pereduksi disebut juga reaksi maillard. Reaksi antara asam-asam
amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung
dalam komoditas ikan.
Proses pengeringan untuk ikan-ikan
berlemak sering kali mengalami oksidasi dengan udara jika dijemur dan
menimbulkan bau tengik. Oksidasi dapat dihindari dengan pemakaian antioksidan,
missal asam askorbat. Antioksidan dilarutkan dalam air dan kemudian ikan
dicelupkan di dalamnya selama beberapa detik sebelum dijemur.
Proses pengeringan sangat rawan
terjadi case hardening dimana permukaan ikan yang mengering dan mengeras
disebabkan proses pengeringan yang terlalu cepat menimbulkan denaturasi protein
pada permukaan sedangkan bagian dalam masih dalam keadaan basah sehingga
kontrol suhu perlu diperhatikan.
PENGERINGAN IKAN
PRINSIP PENGERINGAN IKAN
Dasar pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan
bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit
atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan.
Kemampuan udara membawa uap air
bertambah besar jika perbedaaan antara kelembapan nisbi udara pengering dengan
udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu factor yang mempercepat proses
pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak
mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan
semakin jenuh sehingga pengeringan akan semakin lambat.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi
kadar air bahan samapai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim
yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.
Dengan demikian bahan akan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan
seperti suhu, kecepatan aliran udara pengeringan dan kelembapan udara,
sedangkan factor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Suhu yang semakin tinggi dan
kecepatan aliran udara pengeringan semakin cepat akan menyebabkan proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi suhu udara pengering
semakin besar energy panas yang dibawa udara, sehingga semakin banyak jumlah
massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Kecepatan
aliran udara pengering semakin tinggi akan mengakibatkan cepat pula massa uap air
yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer.
Kemampuan bahan untuk melepaskan air
dari permukaan akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang
digunakan. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas yang
dibutuhkan untuk menguapkan air bahan.
Jenis-jenis pengeringan adalah
penjemuran, pengeringan matahari, pengeringan udara panas, pengeringan cabinet,
pengeringan terowongan, pengeringan ban berjalan, pengeringan semprot,
pengeringan drum, pengeringan vakum, pengeringan beku, pengeringan gelombang
mikro dan vakum, dan pengeringan – pembekuan.
KOMPOSISI PADA KOMODITAS IKAN
Ikan merupakan bahan pangan yang
mempunyai manfaaat besar karena mengandung protein 18 – 30%. Protein ikan
sangan diperlukan karena mengandung asam amino esensian, nilai biologisnya
tinggi (90%), lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya, dan mudah
dicerna. Selain kandungan protein, ikan juga mengandung lemak yang bersifat
tidak jenuh, vitamin, mineral dan jaringan pengikat lainnya yang mudah dicerna.
Kandungan protein ikan erat
kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya. Ikan yang memiliki kadar lemak
rendah rata-rata memiliki kadar protein tinggi, begitu pula sebaliknya pada
ikan gemuk memiliki kadar protein yang rendah. Kadar protein ikan lebih tinggi
dari pada hewan darat yang biasanya menghasilkan kalori lebih tinggi. Protein
pada ikan mengandung asam amino esensial maupun asam amino non esensial.
Kekurangan daging ikan dapat menimbulkan penyakit
kwashiorkor, busung lapar, pertumbuhan mata, kulit, dan tulang terhambat, serta
menurunkan tingkat kecerdasan anak, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Kandungan lemak pada ikan termasuk
tinggi, jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada ikan lebih banyak daripada
yang terkandung pada hewan darat. Lemak daging ikan mengandung asam-sama lemak
jenuh dengan panjang rantai C14 – C22 dan asam lemak
tidak jenuh dengan jumlah ikatan 1-6. Lemak hewan darat hanya mengandung
beberapa jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Daging ikan sangant mudah
teroksidasi karena memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh cukup. Oleh karena
itu, sering timbul bau tengik pada komoditas ikan, terutama pada hasil olahan
maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan kemasan dan antioksidan.
Selain itu ikan juga mengandung
karbohidrat, vitamin dan mineral. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan
pilisakarida, yaitu glikogen yang serupad dengan amilum. Kandungan karbohidrat
dalam daging ikan sangatlah sedikit, kandunagannya kurang dari 1%. Sedangkan
vitamin yang terkandung dalam daging ikat digolongkan menjadi 2 yaitu yang
larut air seperti vitamin B, B2, B6, B12, asam
folat, sianokobolamin, karnitin, biotin, niasin, inositol, dan asam pantotenat.
Vitamin C yang terkandung dalam daging ikan hanya sedikit. Vitamin yang larut
dalam lemak seperti vitamin A, D, dan E. Vitamin-vitamin tersebut umumnya lebih
banyak terdapat pada organ bagian dalam tubuh ikan ketimbang dagingnya.
Sedangkan garam mineral yang
terkandung pada daging ikan berupa garam fosfat, kalsium, natrium, magnesium,
sulfur dan klorin. Garam mineral tersebut digolongkan sebagai makrofilamen
karena jumlahnya yang dominan disbanding dengan garam-garam mineral lainnya.
DAMPAK PENGERINGAN IKAN
Pengeringan ikan merupakan salah
satu cara pengawetan yang paling mudah, murah, dan merupakan cara pengawetan
tertua. Pengeringan akan bertambah baik jika didahuli dengan penggaraman dengan
jumlah garam yang tepat yang berfungsi untuk menghentikan kegiatan bakteri
pembusuk.
Proses pengeringan matahari paling
sering digunakan, dimana kandungan air dari bahan baku diuapkan menggunakan
pancaran panas sinar matahari. Bila memiliki ruangan yang cukup lebar, maka
tidak tidak diperlukan lagi suatu fasilitas yang khusus. Namun, kelemahannya
adalah mutu produk tergantung kondisi cuaca dan proses ini tidak dapat
dilakukan selama musim hujan. Selanjutnya, oksidasi minyak lipid dilakukan oleh
zat ultraviolet dari pancaran sinar matahari, yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada produk akibat minyak yang dihasilkan.
Untuk mengukur tingkat kekeringan
ikan asin dapat dilakukan pengujian dengan menekan daging ikan dengan jari
tangan, bila tidak meninggalkan bekas berarti ikan asin sudah cukup kering.
Untuk ikan berukuran besar, pengujian dilakukan dengan melipatkan daging ikan,
bila tidak patah maka ikan telah cukup kering.
Pengeringan menyebabkan perubahan
sifat daging ikan dari sifatnya yang masih segar, akan tetapi nilai gizi dalam
ikan relatif tetap. Proses pengeringan akan mengurangi kadar air dalam daging
ikan, hal inilah yang akan mengakibatkan kandungan protein dalam daging ikan
akan mengalami peningkatan karena kandungan air yang telah dihilangkan dalam
proses pengeringan ikan tersebut.
Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai batas tertentu, sehingga
perkembangan mikroorganisme akan terhambat atau terhenti. Perubahan yang
terjadi dan merugikan dalam daging ikan juga akibat kegiatan enzim.
Selama proses pengeringan akan
terjadi perubahan fisik pada ikan. Terjadi perubahan tekstur, warna, dan aroma.
Meskipun peubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan
memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan.
Pada umumnya ikan yang dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi
coklat. Perubahan warna menjadi coklat tersebut dikarenakan reaksi browning.
Reaksi browning nonezimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah
reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, serta asam-asam amino dengan
gula pereduksi disebut juga reaksi maillard. Reaksi antara asam-asam
amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung
dalam komoditas ikan.
Proses pengeringan untuk ikan-ikan
berlemak sering kali mengalami oksidasi dengan udara jika dijemur dan
menimbulkan bau tengik. Oksidasi dapat dihindari dengan pemakaian antioksidan,
missal asam askorbat. Antioksidan dilarutkan dalam air dan kemudian ikan
dicelupkan di dalamnya selama beberapa detik sebelum dijemur.
Proses pengeringan sangat rawan
terjadi case hardening dimana permukaan ikan yang mengering dan mengeras
disebabkan proses pengeringan yang terlalu cepat menimbulkan denaturasi protein
pada permukaan sedangkan bagian dalam masih dalam keadaan basah sehingga
kontrol suhu perlu diperhatikan.
Komentar
Posting Komentar